Minggu, 20 Oktober 2013

IMAN KEPADA ALLAH SWT (1): Story Telling "Nabi Ibrahim Mencari Tuhan" [PAI SD KELAS 1]



Apakah matahari, bulan, bintang dan benda-benda langit lainnya ada dengan sendirinya?
Apakah alam raya dan isinya ada dengan sendirinya?
Atau adakah Yang Maha Menciptakan?


Guru dapat menggunakan strategi penokohan (modelling) untuk mengaitkan konsep pembelajaran dengan sosok tokoh terkenal dengan metode story telling tentang kisah Nabi Ibrahim mencari Tuhan.
 

Mendengarkan Cerita
Nabi Ibrahim Mencari Tuhan

Ibrahim dilahirkan di tengah-tengah keluarga
dan dari seorang ibu yang memegang teguh hukum agama.
Ia selamat dari operasi pembersihan bayi
yang dianggap akan menghancurkan kerajaan Namrud.
Ibrahim tumbuh di pinggiran sungai Babilonia.
Dengan cepat ia menyesuaikan diri dengan lingkungan yang tak ramah.
Ibrahim kecil pun tidak sama dengan anak sebayanya.
Ketika pasukan Namrud mencari bayi yang tersisa,
Ibu Ibrahim menyembunyikannya
dan mengabarkan bahwa Ibrahim telah tiada.
Hiduplah Ibrahim di alam raya.
Tak lama, Ibrahim tumbuh menjadi seorang belia perkasa
Kembali pada keluarganya.
Kepada ibunya, Ibrahim belia bertanya,
“Duhai Ibu, aku hidup di tengah belantara,
Di pesisir sungai yang penuh dengan bahaya.
Siapakah yang menciptakan itu semua?”
Ibu Ibrahim diam tak berkata.
Kembali Ibrahim menyela keheningan,
“Duhai ibu, siapakah junjunganku?”
Barulah sang ibu menjawab, “Akulah junjunganmu”.
Ibrahim bertanya lagi,
“Lalu siapa junjunganmu?”
Ia berkata, “Ayahmu junjunganku”.
“Lalu siapa junjungan ayah?”
Tanya Ibrahim penasaran.
Dengan sabar sang ibu menjawab,
“Raja Namrud adalah junjungan ayahmu”.
“Dan siapakah junjungan Raja Namrud?”
Seketika sang ibu meletakkan telapak tangannya
Menutupi mulut Ibrahim dan berkata,
“Tahan lidahmu. Inilah sesuatu yang tidak bisa kauucapkan begitu saja”.
Ketika Azar, ayah Ibrahim, kembali ke rumah
Ibrahim muda bertanya hal yang sama
Dan ia memperoleh perlakuan serupa.
Ia bahkan ditampar dan diperintahkan untuk tidak lagi bertanya.
Tetapi, hati Ibrahim terlalu luas untuk bisa ditutup manusia.
Ia berontak, mencari jawaban dari kegelisahan hatinya.

Ibrahim naik ke puncak bukit dan tepekur.
Kepada bintang ia layangkan harapan,
“Engkaukah penciptaku?”
Tetapi ketika bintang itu memudar, Ibrahim berkata,
“Tuhanku adalah Dia yang tak pernah pudar”
Ketika matahari datang menggantikan kegelapan bumi, Ibrahim berteriak,
“Ah, inilah Tuhanku!
Cahayanya memberikan kehidupan bagi setiap makhluk bumi”
Tetapi matahari pun tenggelam.
Ibrahim dirundung duka seraya bergumam,
“Ah, Tuhanku tak mungkin hilang.
Dia Zat Yang Mahakasih Mahasayang”.
Tak lama setelah matahari menghilang,
Ibrahim melihat bulan yang bersinar terang.
Kembali ia gantungkan harapan.
Dengan wajah ceria, serentak ia berkata,
“Engkaulah Tuhanku, engkau yang memberi cahaya,
pada saat dunia di muram gelap durjana”.
Tetapi, pada ambang fajar, bulan pun memudar,
dan Ibrahim ditinggal keheranan, dalam jawaban yang masih ia nantikan.

Ketika ia kembali dari perjalanan mencari Tuhan,
bertemulah ia dengan Azar, ayahnya
yang bekerja sebagai pemahat berhala di kerajaan Namrud.
Pada tangan Azar terdapat berhala-berhala kecil.
Begitu Azar bertemu Ibrahim, berkatalah ia’
“Wahai anakku, telah aku tatah bebatuan bukit yang terjal,
Dan aku pahat darinya berhala untuk dijual.
Bantulah ayahmu. Edarkan dagangan ini.
Semoga orang banyak terketuk hatinya untuk membeli berhala,
Yang dijual anak kecil seusiamu”.
Ibrahim dengan sigap mengambil beberapa berhala.
Berangkatlah ia mengitari pasar dan kerumunan.
Di tengah kerumunan orang ia berkata,
“Siapakah yang berniat membeli sesuatu,
Yang tidak mendatangkan manfaat baginya dan tidak juga mendatangkan kerugian?”
Tak henti-hentinya Ibrahim bercerita,
betapa berhala buatan ayahnyabukan saja tidak mampu bersuara,
tetapi tidak dapat melakukan apa-apa.
Berulang-ulang Ibrahim menjajakan dagangannya dengan mengecam barang jualannya.
Dengan cara seperti itu, tak seorangpun mendekatinya.
Berangkatlah Ibrahim ke pinggir sungai.
Dipukulkannya berhala itu ke air sungai seraya berkata,
“Minumlah dari air sungai ini. Tidak ada seorang pun yang sudi membelimu”.

Begitulah berkali-kali, sehingga Ibrahim dikenal sebagai orang yang sering dicaci.
Ia dituduh telah menghina Tuhan sembahan kaumnya.
Ia dikenal sebagai orang yang melawan raja negerinya.
Dalam serangkaian perjuangan Ibrahim yang berat itu,
Tuhan menganugerahkan hidayah-Nya.
Diberikanlah Ibrahim hati yang tenteram.
Dalam ketenangan dan kedamaian itu, Ibrahim menemukan Tuhan Pencipta alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar