Selasa, 22 Oktober 2013

PERCAYA DIRI : STORY TELLING "HARGA SEBUAH KEAJAIBAN" (PAI SD KELAS 1)

Story Telling:
Harga Sebuah Keajaiban
Melvi menjadi dewasa sebelum waktunya ketika mendengar ibu dan ayahnya berbicara tentang adik kecilnya, Odi.
Dari pembicaraan kedua orang tuanya, ia tahu bahwa adiknya sangat sakit. Sementara itu, mereka tidak memiliki uang. Hanya operasi mahal yang dapat menyelamatkan Odi.
Lebih dari itu, tampaknya tidak ada orang yang dapat memberikan mereka pinjaman uang.
Melvi mendengar ayahnya berbisik putus asa kepada ibunya yang sedang menangis, “Hanya keajaiban yang dapat menyembuhkannya!”

Seandainya kamu adalah Melvi, apa yang akan kamu lakukan?

Melvi pergi ke kamarnya. Ia mengeluarkan tabungan dari lemari pakaian, lalu menuangkan semua isinya ke lantai. Ia menghitungnya dengan teliti, bahkan melakukannya tiga kali. Baginya jumlah hitungan harus tepat, tidak boleh ada kesalahan. Ia kemudian memasukkan kembali uang receh itu de dalam tabungan., menutupnya, lalu menyelinap keluar lewat pintu belakang. Ia berjalan enam blok dan mendatangi sebuah apotek di sana.

Setibanya di apotek, Melvi menunggu dengan sabar untuk mendapat perhatian apoteker. Rupanya sang dokter terlalu sibuk saat itu. Melvi menekankan kakinyake lantai lalu memutarnya sehingga mengeluarkan suara berderit. Tidak ada yang memperhatikan. Ia berdehem membersihkan tenggorokannya dengan suara yang sangat menjijikkan. Ini pun tidak ada gunanya. Akhirnya ia mengambil uang recehan lalu memukulkannya ke kaca etalase. Kali ini ia mendapatkan perhatian.

“Apa yang kau inginkan?” kata apoteker itu dengan agak jengkel. “Aku sedang bicara dengan saudaraku yang sudah lama tidak bertemu”. Jelasnya.

“Aku ingin bicara kepadamu tentang saudaraku”. Kata Melvi, juga dengan nada jengkel. “Ia benar-benar sakit... aku mau membeli keajaiban”. Tambahnya.
“Apa!?” tanya apoteker.
“Namanya Odi. Ada sesuatu yang jahat tumbuh dalam kepalanya. Ayahk berkata, hanya keajaiban yang dapat menyelamatkannya. Jadi berapa harga keajaiban?”
“Adik kecil, kami tidak menjual keajaiban. Maaf kalau aku tidak dapat menolongmu!”. Kata si apoteker dengan suara lembut.
“Dengarkan... aku punya uang untuk membelinya. Jika tidak cukup, aku akan mengambil uang lagi. Tolong, katakan saja berapa harganya!”
Saudara si apoteker yang berpakaian rapi membungkuk lalu bertanya kepada gadis kecil, “Keajaiban apa yang dibutuhkan adikmu?”
“Aku tidak tahu,” jawabMelvi yang mulai menitikkan air mata. “Yang aku tahu, ia benar-benar sakit. Ibu dan ayah bilang, ia harus dioperasi... tapi tidak memiliki uang, lalu aku mengambil tabunganku”.
“Berapa uang yang kau miliki?”
“50.000 rupiah”, kata Melvi lirih hampir tak terdengar. “Itu semua yang kumiliki. Tapi aku dapat mencari tambahan jika diperlukan”.
“Ah, kebetulan sekali”. Kata orang itu dengan tersenyum, “50.000 rupiah adalah uang yang pas untuk membeli keajaiban adikmu”.
Orang itu lalu mengambil uang itu dengan tangan yang satu dan meraih tangan si gadis kecil dengan tangannya yang lain, lalu berkata, “Bawalah aku ke rumahmu! Aku akan melihat adikmu dan bertemu dengan orang tuamu. Akan kulihat, apakah aku punya keajaiban yang kau butuhkan.”
Pria berpakaian rapi itu ternyata seorang dokter ahli bedah syaraf. Setelah melihat Odi dan bertemu orang tuanya, ia pun kemudian membawa Odi ke rumah sakit tempatnya bekerja. Di sana, ia melakukan operasi. Tidak lama kemudian, Odi pun sudah kembali ke rumah dalam keadaan sehat. Ibu dan ayah kemudian membicarakan rentetan kejadian yang akhirnya membawa mereka ke tempat operasi itu.
Melvi tersenyum. Ia tahu benar harga sebuah keajaiban itu 50.000 rupiah ditambah keyakinannya sebagai gadis kecil

Tidak ada komentar:

Posting Komentar