Story Telling:
Harga
Sebuah Keajaiban
Melvi menjadi
dewasa sebelum waktunya ketika mendengar ibu dan ayahnya berbicara tentang adik
kecilnya, Odi.
Dari
pembicaraan kedua orang tuanya, ia tahu bahwa adiknya sangat sakit. Sementara
itu, mereka tidak memiliki uang. Hanya operasi mahal yang dapat menyelamatkan
Odi.
Lebih dari itu,
tampaknya tidak ada orang yang dapat memberikan mereka pinjaman uang.
Melvi mendengar
ayahnya berbisik putus asa kepada ibunya yang sedang menangis, “Hanya keajaiban
yang dapat menyembuhkannya!”
Seandainya kamu
adalah Melvi, apa yang akan kamu lakukan?
Melvi pergi ke
kamarnya. Ia mengeluarkan tabungan dari lemari pakaian, lalu menuangkan semua
isinya ke lantai. Ia menghitungnya dengan teliti, bahkan melakukannya tiga
kali. Baginya jumlah hitungan harus tepat, tidak boleh ada kesalahan. Ia
kemudian memasukkan kembali uang receh itu de dalam tabungan., menutupnya, lalu
menyelinap keluar lewat pintu belakang. Ia berjalan enam blok dan mendatangi
sebuah apotek di sana.
Setibanya di
apotek, Melvi menunggu dengan sabar untuk mendapat perhatian apoteker. Rupanya
sang dokter terlalu sibuk saat itu. Melvi menekankan kakinyake lantai lalu
memutarnya sehingga mengeluarkan suara berderit. Tidak ada yang memperhatikan.
Ia berdehem membersihkan tenggorokannya dengan suara yang sangat menjijikkan.
Ini pun tidak ada gunanya. Akhirnya ia mengambil uang recehan lalu
memukulkannya ke kaca etalase. Kali ini ia mendapatkan perhatian.
“Apa yang kau
inginkan?” kata apoteker itu dengan agak jengkel. “Aku sedang bicara dengan
saudaraku yang sudah lama tidak bertemu”. Jelasnya.
“Aku ingin
bicara kepadamu tentang saudaraku”. Kata Melvi, juga dengan nada jengkel. “Ia
benar-benar sakit... aku mau membeli keajaiban”. Tambahnya.
“Apa!?” tanya
apoteker.
“Namanya Odi.
Ada sesuatu yang jahat tumbuh dalam kepalanya. Ayahk berkata, hanya keajaiban
yang dapat menyelamatkannya. Jadi berapa harga keajaiban?”
“Adik kecil,
kami tidak menjual keajaiban. Maaf kalau aku tidak dapat menolongmu!”. Kata si
apoteker dengan suara lembut.
“Dengarkan...
aku punya uang untuk membelinya. Jika tidak cukup, aku akan mengambil uang
lagi. Tolong, katakan saja berapa harganya!”
Saudara si
apoteker yang berpakaian rapi membungkuk lalu bertanya kepada gadis kecil,
“Keajaiban apa yang dibutuhkan adikmu?”
“Aku tidak
tahu,” jawabMelvi yang mulai menitikkan air mata. “Yang aku tahu, ia
benar-benar sakit. Ibu dan ayah bilang, ia harus dioperasi... tapi tidak
memiliki uang, lalu aku mengambil tabunganku”.
“Berapa uang
yang kau miliki?”
“50.000 rupiah”,
kata Melvi lirih hampir tak terdengar. “Itu semua yang kumiliki. Tapi aku dapat
mencari tambahan jika diperlukan”.
“Ah, kebetulan
sekali”. Kata orang itu dengan tersenyum, “50.000 rupiah adalah uang yang pas
untuk membeli keajaiban adikmu”.
Orang itu lalu
mengambil uang itu dengan tangan yang satu dan meraih tangan si gadis kecil
dengan tangannya yang lain, lalu berkata, “Bawalah aku ke rumahmu! Aku akan
melihat adikmu dan bertemu dengan orang tuamu. Akan kulihat, apakah aku punya
keajaiban yang kau butuhkan.”
Pria berpakaian
rapi itu ternyata seorang dokter ahli bedah syaraf. Setelah melihat Odi dan
bertemu orang tuanya, ia pun kemudian membawa Odi ke rumah sakit tempatnya
bekerja. Di sana, ia melakukan operasi. Tidak lama kemudian, Odi pun sudah kembali
ke rumah dalam keadaan sehat. Ibu dan ayah kemudian membicarakan rentetan
kejadian yang akhirnya membawa mereka ke tempat operasi itu.
Melvi
tersenyum. Ia tahu benar harga sebuah keajaiban itu 50.000 rupiah ditambah
keyakinannya sebagai gadis kecil
Tidak ada komentar:
Posting Komentar